Ahad, 24 Julai 2011

:: cina islam | 2011 ::

:: cina islam | 2011 ::


Bab perintah bagi seseorang yang mendengar ghibah terhadap syaikhnya atau sahabatnya atau yang lain.

Posted: 23 Jul 2011 05:41 PM PDT

22 Syaaban 1432H. [MOD] -

Ketahuilah, bahwa bagi orang yang mendengar ghibah seorang Muslim, hendaklah dia menyangkal dan mencegah orang yang mengatakannya. Apabila dia tidak bisa mencegahnya dengan perkataan, dia mencegahnya dengan tangannya, apabila dia tidak bisa mencegahnya dengan tangan atau lisan, maka hendaklah dia meninggalkan majelis tersebut.

Apabila dia mendengar ghibah terhadap syaikhnya atau yang lainnya dari orang yang mempunyai hak atas dirinya, atau dia merupakan orang yang mempunyai keutamaan dan kebaikan, maka perhatian terhadap apa yang telah kami kemukakan tersebut lebih besar.

(1083) Kami meriwayatkan dalam Kitab at-Tirmidzi, dari Abu ad-Darda` radiyallahu 'anhu , dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam , beliau bersabda,


مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيْهِ، رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

"Barangsiapa yang mencegah (terjadinya ghibah) terhadap kehormatan saudaranya, maka Allah akan melindungi wajahnya dari api neraka pada Hari Kiamat." ( Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad 6/450; at-Tirmidzi, Kitab al-Birr, Bab adz-Dzabb an Irdhi Muslim, 4/327, no. 1931; Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Shamt, no. 250; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu'ab, no. 7635: dari jalur Abu Bakar an-Nahsyali, dari Marzuq Abu Bakar, dari Ummu ad-Darda`, dari Abu ad-Darda` dengan hadits tersebut.

At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan."

(1084) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dalam hadits Itban radiyallahu 'anhu , dalam haditsnya yang panjang dan masyhur, dia berkata,


قَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي، فَقَالُوْا: أَيْنَ مَالِكُ بْنُ الدُّخْشُمِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: ذلِكَ مُنَافِقٌ لاَ يُحِبُّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: لاَ تَقُلْ ذلِكَ، أَلاَ تَرَاهُ قَدْ قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، يُرِيْدُ بِذلِكَ وَجْهَ اللهِ.

"Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berdiri untuk shalat. Mereka bertanya, 'Di mana Malik bin ad-Dukhsyum?' Maka seorang laki-laki berkata, 'Dia adalah seorang munafik yang tidak mencintai Allah dan RasulNya.' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Janganlah kamu mengatakan demikian, tidakkah kamu mengetahui bahwa dia telah mengikrarkan bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, yang dengan itu dia mengharapkan Wajah Allah'." ( Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab ash-Shalah, Bab al-Masajid Fi al-Buyut, 1/519, no. 425; dan Muslim, Kitab al-Masajid, Bab ar-Rukhshah fi at-Takhalluf an al-Jama'ah, 1/455, no. 33.)

(1085) Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim,(Kitab al-Imarah, Bab Fadhilah al-Imam al-Adil, 3/1461, no. 1830.)
dari al-Hasan al-Bashri rahimahullah , bahwa Aidz bin Amr -dan dia termasuk sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam masuk ke rumah Ubaidullah bin Ziyad seraya berkata,


أَيْ بُنَيَّ، إِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ: إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ، فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُوْنَ مِنْهُمْ. فَقَالَ لَهُ: اِجْلِسْ فَإِنَّمَا أَنْتَ مِنْ نُخَالَةِ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم ، فَقَالَ: وَهَلْ كَانَتْ لَهُمْ نُخَالَةٌ؟ إِنَّمَا كَانَتِ النُّخَالَةُ بَعْدَهُمْ وَفِي غَيْرِهِمْ.

"Wahai anakku, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Sesungguhnya sejelek-jelek pemerintah adalah yang diktator, maka jauhkanlah dirimu untuk menjadi salah seorang dari mereka.' Maka dia berkata, 'Duduklah karena kamu hanya (seperti) kulit (bukan termasuk ulama) sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.' Maka dia menjawab, 'Adakah pada generasi sahabat orang-orang yang tidak memiliki keutamaan (Nukhalah). Sesungguhnya orang-orang yang tidak memiliki keutamaan itu adalah sesudah mereka, dan berada dalam generasi selain mereka'." ( الرِّعَاءjamak dari رَاعٍ الْحُطَمَةُbermakna orang yang keras dalam menggiring, mengatur dan mengarahkan untanya. Ini adalah perumpamaan bagi pemimpin yang jahat.)

(1086) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ka'ab bin Malik radiyallahu 'anhu , dalam haditsnya yang panjang pada kisah taubatnya, dia berkata,


قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ جَالِسٌ فِي الْقَوْمِ بِتَبُوْكَ: مَا فَعَلَ كَعْبُ بْنُ مَالِكٍ؟ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلِمَةَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، حَبَسَهُ بُرْدَاهُ وَالنَّظَرُ فِي عِطْفَيْهِ، فَقَالَ لَهُ مُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ رضي الله عنه: بِئْسَ مَا قُلْتَ، وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا عَلِمْنَا عَلَيْهِ إِلاَّ خَيْرًا. فَسَكَتَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم.

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda sedangkan beliau duduk di tengah sekelompok (para sahabat) di Tabuk, 'Apa yang dikerjakan oleh Ka'ab bin Malik?' Maka seorang laki-laki dari Bani Salimah berkata, 'Wahai Rasulullah, dia tertahan oleh kedua selendangnya dan terlena oleh kekaguman pada dirinya.' Maka Mu'adz bin Jabal radiyallahu 'anhu berkata kepadanya, 'Alangkah jeleknya yang kamu ucapkan. Demi Allah, wahai Rasulullah, tidaklah kami mengetahui pada dirinya melainkan hanya kebaikan saja.' Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam diam."

Saya berkata, 'عِطْفَاهُ' bermakna kedua sisinya. Ini merupakan isyarat kepada kekagumannya terhadap dirinya sendiri.

(1087) Kami meriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud, dari Jabir bin Abdullah dan Abu Thalhah radiyallahu 'anhuma, keduanya berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,


مَا مِنِ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيْهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ، إِلاَّ خَذَلَهُ اللهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيْهِ نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنِ امْرِئٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ وَيُنْتَهَكُ فِيْهِ مِنْ حُرْمَتِهِ، إِلاَّ نَصَرَهُ اللهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ نُصْرَتَهُ.

'Tidaklah seseorang menghinakan seorang Muslim pada suatu sisi yang (biasanya) menjadi sasaran direndahkannya kehormatannya dan dicelanya harga dirinya, melainkan Allah akan menghinakannya pada suatu tempat yang dia menginginkan pertolonganNya. Dan tidaklah seseorang menolong seorang Muslim pada suatu sisi yang harga dirinya dicela dan kehormatannya direndahkan, melainkan Allah akan menolongnya pada tempat yang dia menginginkan pertolonganNya'." (Dhaif: Diriwayatkan oleh Ahmad 4/30; al-Bukhari at-Tarikh 1/347; Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab Man Radda an Muslim Ghibatan, 2/687, no. 4884; ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath, no. 8637; Abu Nu'aim dalam al-Hilyah 8/189; dan al-Baihaqi dalam asy-Syu'ab, no. 7632: dari jalur al-Laits bin Sa'ad, Yahya bin Sulaim bin Zaid telah mence-ritakan kepadaku, dia mendengar Ismail bin Basyir, saya mendengar Jabir bin Abdullah dan Abu Thalhah al-Anshari dengan hadits tersebut

(1088) Kami meriwayatkan di dalamnya, dari Mu'adz bin Anas, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda,


مَنْ حَمَى مُؤْمِنًا مِنْ مُنَافِقٍ (أُرَاهُ قَالَ)، بَعَثَ اللهُ مَلَكًا يَحْمِي لَحْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ نَارِ جَهَنَّمَ. وَمَنْ رَمَى مُسْلِمًا بِشَيْءٍ يُرِيْدُ شَيْنَهُ بِهِ، حَبَسَهُ اللهُ عَلَى جِسْرِ جَهَنَّمَ حَتَّى يَخْرُجَ مِمَّا قَالَ.

"Barangsiapa yang melindungi seorang Mukmin dari seorang munafik (saya menduga dia berkata), niscaya Allah akan mengutus seorang malaikat yang menjaga dagingnya dari api Neraka Jahanam pada Hari Kiamat. Dan barangsiapa yang menuduh seorang Muslim dengan suatu aib, dia bermaksud mencelanya dengannya, niscaya Allah akan menahannya di atas jembatan Jahanam sehingga dia keluar dari perkataan yang diucapkannya." (Hasan: Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dalam az-Zuhd, no. 686; Ahmad 3/441; al-Bukhari dalam at-Tarikh 1/377; Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab Man Radda an Muslim Ghibatan, 2/687, no. 4883; Ibnu Abi ad-Dunya dalam ash-Shamtu, no. 248; ath-Thabrani 20/194, no. 433; al-Baihaqi dalam asy-Syu'ab, no. 7631; al-Baghawi, no. 3527; dan al-Ashbahani, no. 2203: dari jalur Yahya bin Ayyub, (dari Abdullah bin Sulaiman), dari Ismail bin Yahya al-Ma'afiri, dari Sahl bin Mu'adz al-Juhani, dari ayahnya dengan hadits tersebut.

Sumber : Ensiklopedia Dzikir Dan Do'a, Imam Nawawi, Pustaka Sahifa Jakarta. Disadur oleh Rifki Solehan

Hukum menunda qadha Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya

Posted: 23 Jul 2011 05:37 PM PDT

22 Syaaban 1432H. [MOD] -

Pertanyaan:

Saya berbuka puasa beberapa hari di bulan Ramadhan karena haid, hal ini terjadi beberapa tahun yang lalu, dan hingga sekarang saya belum berpuasa qadha. Apa yang seharusnya saya lakukan?

Jawaban:

Alhamdulillah

Para ulama bersepakat bahwa diwajibkan mengqado hari-hari yang dia buka puasa pada bulan Ramadhan sebelum datangnya Ramadan selanjutnya. Mereka berdalil dari apa yang diriwayatkan oleh Bukhari, 1950 dan Muslim, 1146 dari Aisyah radhiallahu'anha, dia berkata:


كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلا فِي شَعْبَانَ ، وَذَلِكَ لِمَكَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

"Biasanya saya mempunyai (tanggungan) puasa Ramadhan, saya tidak mampu mengqadhanya kecuali di bulan Sya'ban. Hal itu karena kedudukan Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam."

Al-Hafidz rahimahullah berkata, "Sikap beliau yang sangat berupaya melakukannya di bulan Sya'ban, menunjukkan bahwa tidak diperkenankan mengakhirkan qadha sampai memasuki Ramadhan lain."

Kalau qadha puasanya ditunda hingga memasuki Ramadhan selanjutnya, maka tidak terlepas dari dua kondisi;

Pertama: Menundanya karena ada alasan (uzur). Seperti jika sakit dan terus berlanjut sampai memasuki Ramadhan selanjutnya. Maka dia tidak berdosa mengakhirkannya, karena ada uzur. Maka dia hanya mengqadha saja hari-hari yang dia berbuka puasa.

Kondisi kedua: Menunda qadha tanpa ada uzur. Misalnya, dia mampu mengqadhanya, akan tetapi dia tidak mengqadha sampai memasuki Ramadhan lagi. Maka dia berdosa karena mengakhirkan qadha tanpa ada uzur. Para ulama sepekat dia harus mengqadha. Akan tetapi mereka berbeda pendapat apakah selain mengqadha diharuskan juga memberi makan satu orang miskin untuk sehari puasa yang ditinggalkan.

Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad berpendapat, dia harus memberi makan. Mereka berdalil bahwa hal itu telah ada (yang melakukan) dari kalangan para shahabat seperti Abu Hurairah dan Ibnu Abbas radhillahu'anhum.

Sedangkan Imam Abu Hanifah rahimahullah berpendapat, tidak wajib qadha dengan memberi makan. Beliau berdalil bahwa Allah ta'ala hanya memerintahkan orang yang berbuka puasa bulan Ramadhan untuk mengqadha saja tanpa menyebutkan makanan.

Allah berfirman;


فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ (سورة البقرة: 184)

'Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.' (QS. Al-Baqarah: 184)

Silakan lihat Al-Majmu, 6/366, Al-Mughni, 4/400.

Pendapat kedua ini dipilih oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam shahihnya. Ibrahim –yakni An-Nakha'i- berkata, "Kalau malas (mengqadha) sampai datang Ramadhan selanjutnya, maka dia harus berpuasa dan tidak perlu memberi makan. Disebutkan dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas secara mursal (atsar hanya sampai shahabat) memberi makan." Kemudian Bukhari berkata, "Allah tidak menyebutkan makanan. Hanya berfirman, 'Sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain."

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata ketika menetapkan tidak mewajibkan (memberi) makanan: "Adapun pendapat para Shahabat, hujjahnya masih perlu ditinjau lagi jika berbeda dengan zahir al-Qur'an. Pengharusan memberi makanan, berbeda dari sisi zahir al-Qur'an. Karena Allah Ta'ala tidak mewajibkan kecuali beberapa hari (pengganti dari buka puasa) pada hari-hari yang lain. Tidak mewajibkan lebih dari itu. Dengan demikian, maka kita tidak mengharuskan hamba Allah dengan apa yang tidak diharuskan oleh Allah kecuali dengan dalil yang dapat membebaskan dari beban kewajiban. Adapun apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah radhiallahu'anhum mungkin difahami sekedar sisi anjuran bukan sisi kewajiban. Yang kuat dalam masalah ini adalah hanya diwajibkan berpuasa. Akan tetapi dia berdosa karena menundanya." (As-Syarh Al-Mumti, 6/451)

Dengan demikian, yang diwajibkan hanya mengqadha saja. Kalau sebagai kehati-hatian seseorang memberi makan seorang miskin untuk sehari, maka hal itu juga bagus. Untuk penanya, kalau menunda qadha tanpa ada uzur, maka hendaknya dia bertaubat kepada Allah ta'ala dan bertekad kuat agar tidak mengulangi seperti ini lagi ke depannya.

Hanya kepada Allah ta'ala kita memohon agar mendapatkan taufiq untuk mendapatkan cinta dan rido-Nya. Wallahu'alam.

[Sumber: Soal Jawab Tentang Islam di www.islamqa.com]

Kiat Muslim Brazil Memelihara Tradisi Ramadhan

Posted: 23 Jul 2011 05:35 PM PDT

22 Syaaban 1432H. [MOD] -

RIO DE JANEIRO – Tiap Ramadhan, Zubaida Jomaa, selalu berupaya agar keluarganya dapat berbuka puasa bersama sedikitnya seminggu sekali. "Saya senang melihat seluruh keluarga duduk bersama selama bulan suci. Itu memberi saya perasaan bahwa Islam tetap hadir di dalam rumah," kata wanita asal Libanon ini kepada IslamOnline.net.

Ibu dua anak ini merasakan kenikmatan tersendiri saat mengundang kerabat dan tetangganya untuk buka puasa bersama. "Para kerabat biasa datang untuk buka bersama kami... Sehingga acara seperti ini menjadi momen spesial dalam hidup kami," ungkapnya.

Walau hidup di tengah masyarakat Barat yang mayoritas non-Muslim, kaum Muslimah berusaha keras mengajari anak-anak mereka makna puasa Ramadhan. "Meski hidup di negara Barat dan modern, keluarga Muslim di Brazil berusaha keras untuk menjaga tradisi dan agama mereka, khususnya selama Ramadhan," kata Presiden Organisasi Islam Brazil, Muhssen Jalil.

Berdasarkan data sensus tahun 2001, terdapat sekitar 27,339 orang Muslim di Brazil. Namun, Federasi Islam Brazil (IBF) menyebutkan angka sekitar 1,5 juta Muslim di negara yang terkenal dengan sepak bolanya itu. Mayoritas Muslim di Brazil berasal dari Suriah, Palestina, dan Libanon.

Mereka berimigrasi dan menetap di Brazil sejak abad ke-19, saat terjadi Perang Dunia I dan tahun 1970-an. Kebanyakan kaum Muslimin tinggal di negara bagian Parana, Goias, Riod de Janiero, dan Sao Paulo. Ada juga yang tinggal di Mato Grosso do Sul dan Rio Grande do Sul.(rpblk Indonesia)

Wajah Masjidil Haram 'Dipermak', Ada Tambahan Dua Menara dan Gerbang Raksasa

Posted: 23 Jul 2011 05:33 PM PDT

22 Syaaban 1432H. [MOD] -

MAKKAH--Wajah Masjidil Haram dipermak habis-habisan. Sebuah proyek ekspansi raksasa tengah berlangsung di sana. Pembangunan sebuah gerbang bernama King Abdullah Gate dan dua menara terus berlangsung.

Rencananya, awal Ramadhan 1 Agustus mendatang salah satu menara dan gerbangnya sudah bisa digunakan menyambut jamaah. Dengan demikian, ada 11 menara yang bisa digunakan di Masjidil Haram.

Hingga kini tercatat sudah 25 persen proyek terlaksana. Ekspansi ini, menurut Komite Pembangunan Dua Masjid Suci akan mengubah wajah Masjidil Haram. Sebelumnya, proyek ekspansi ini sudah direncanakan sejak 2008.

Dengan sejumlah perubahan, diperkirakan Masjidil Haram sanggup menampung tambahan jamaah sebanyak 500 ribu orang. Sisi utara dan barat laut masjid diperluas sehingga ruang shalat bagi Jamaah makin lapang.

Ekspansi Masjidil Haram ini diperkirakan mencapai 370 ribu meter persegi. Sebuah gunung Jabal al Kaaba dipangkas. Ini membuat kapasitas Masjidil Haram sanggup menampung 1,2 juta jamaah pada sekali waktu shalat.

Sumber mengatakan, proyek ekspansi ini akan menjadi bangunan baru di Kompleks Masjidil Haram. Bangunan ini dihubungkan oleh dua gerbang raksasa dengan kompleks utama Masjidil Haram.

Jamaah dari bangunan baru yang ingin ke Kabah harus melewati lapangan di sisi barat laut masjid.

Dr Mohammad Bin Nasser Al Khozaim, deputy head of the General Presidency for the Affairs of the Two Holy Mosques, mengatakan selain bangunan, juga akan disediakan fasilitas umum. Ini meliputi tempat air zam zam, tempat sampah, pos keamanan, eskalator, jembatan. (rpblk Indonesia)

Tiada ulasan:

Nuffnang